Home » , , , , , , » Fahri Hamzah Benar! Berikut Dua Bukti Kalau Jokowi Takut Kepada Publik

Fahri Hamzah Benar! Berikut Dua Bukti Kalau Jokowi Takut Kepada Publik

Written By @Portalindo_ on Sabtu, 27 Juni 2015 | 22.09

portalindonesia6 - Tag , , , , , ,
Jokowi Takut Opini Publik?, Ada yang menarik dari serentetan komentar Fahri Hamzah yang dimuat dibanyak media kemarin Jumat kemarin (26/6). Dalam satu komentarnya, Fahri menuding Jokowi sebagai presiden yang takut pada opini publik.
"Entar tiba-tiba enggak jadi, takut. Iya kan karena publik memberi sentimen negatif. Pemerintah apaan kayak begini, kenapa opini publik menjadi segala-galanya?" Begitu kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/6/2015).
 
 
Lantas kader terbaik partai dakwah ini pun menyebut opini publik sebagai sesuatu yang tidak jelas. Tidak lupa kolega dekat Luthfi Hasan Ishaaq, Ustad PKS yang divonis 18 tahun penjara karena kejahatan korupsi ini menyebut tindakan Jokowi itu sebagai bentuk pencitraan.
"Jokowi jadi penakut. Dibikin takut sama yang enggak jelas, lebih baik pencitraan (tolak revisi UU KPK) dibanding penyelesaian masalah. Ini bulan puasa, cuma mau dipuji-dipuji saja, enggak mau selesaikan masalah," katanya masih di tempat dan hari yang sama. "Masalah ini harus diselesaikan, bukan lari dari pencitraan satu ke pencitraan lain," ucapnya.
Pertanyaannya, apa yang salah dengan opini publik? Lebih jauh, apa yang salah kalau Jokowi takut pada opini publik. Opini publik adalah sejumlah  pendapat tentang suatu isu dalam pembicaraan secara terbuka. Pendapat/opini publik ini terbentuk melalui berbagai cara seperti debat, pertukaran informasi, dan lainnya yang terjadi di dunia nyata maupun di dunia maya. Dan, pastinya opini pubik memiliki pengaruh.
Sekalipun opini publik belum tentu benar, namun opini publik wajib didengar dan dipertimbangkan. Selanjutnya terserah kepada pengambil keputusan, apakah mau menjalankan kebijakannya sesuai opini publik, atau menolaknya. Jadi, tidak ada yang salah kalau Jokowi dalam kebijakannya mengikuti opini publik. Apalagi segala sesuatu bagi Jokowi serba salah, mengikuti opini publik dikatakan takut. Menolak opini pablik disebut tidak mendengar aspirasi rakyat.
Benar kata Fahri, dalam isu revisi UU KPK, dana parpol, dan dana aspirasi, misalnya, bisa dipastikan Jokowi akan sejalan dengan opini publik yang berkembang. Tetapi apakah pilihan Jokowi itu karena ketakutannya terhadap opini publik.
Ada dua kasus yang menarik untuk membuktikan apakah Jokowi tipe pemimpin pengecut atau bukan.
Pertama kasus Budi Gunawan. Dalam kasus ini Jokowi berhadapan dengan DPR yang mengancam akan memakzulkannya jika ia tidak melantik BG. Di sisi lain Jokowi berhadapan dengan opini publik yang menentang pelantikan BG sebagai Kapolri. Dan, keputusan Jokowi adalah membatalkan pelantikan BG sekalipun ia terancam dimakzulkan oleh DPR .
Kasus kedua adalah kebijakan Jokowi yang mengurangi subsidi BBM. Di situ Jokowi berhadapan dengan dua arus yang menentangnya sekaligus, DPR RI dan opini publik. DPR menolak pengurangan subsidi, dan bahkan mengancam akan melengserkan  Jokowi. Di sisi lain, publik pun tak kalah keras menolak kebijakan presiden.
 Jika Jokowi tetap dengan keputusannya, konsekuensinya ia akan dimakzulkan dan publik akan melawannya. Tingkat kepercayaan publik pun pastinya menurun. Dan, sama-sama kita ketahui, dalam situasi itu Jokowi memilih tetap mengurangi subsidi BBM. Dalam kasus itu Jokowi berani menghadapi ancaman pemazulan sekaligus opini publik.
Kalau Jokowi tipe pemimpin pengecut seperti yang ditudingkan oleh Fahri, maka sudah barang tentu ia akan membatalkan kebijakan pengurangan subsidi BBM. Apalagi kebijakan yang paling tidak populis itu diambilnya hanya sebulan sejak ia dilantik. Dan, belum ada seorang pun presiden di Indonesia yang berani memutuskan kbijakan yang tidak populis di awal masa jabatannya. Apalagi, dengan kebijakan itu benyak pendukung Jokowi, seperti Efendi Simbolon, yang berbalik arah melawannya.
JADI, JELAS JOKOWI TIDAK TAKUT DENGAN OPINI PUBLIK SEPERTI YANG DITUDINGKAN OLEH FAHRI.
Lalu bagaimana dengan Ustad Fahri sendiri? Apakah kader dakwah ini merupakan sosok pemberani. Orang yang berani pastinya akan menghadapi kenyataan. Ia tidak akan berbohong. Karena berbohong sama saja dengan lari dari kenyataan. Dan Ustad Fahri pernah berbohong sewaktu membantah kalau dirinya mengenal Ustad Fathanah. Dan, ketika foto kebersamaannya dengan Ustad Fathanah tersebar luas, Ustad Fahri malah marah-marah dan mengatakan akan mencari siapa penyebarnya.
Tapi, bagi siapa pun berbohong, apalagi berbohong yang gampang sekali terbongkar, sangat membutuhkan keberanian tingkat dewa dan ketebalan muka laksana tembok benteng. Pelakunya pastilah orang yang sangat pemberani. Ia berani melawan fakta. Berani meneima comooh. Dan pastinya berani terhadap Allah yang menyaksikan segala perbuatannya. Dengan demikian Ustad Fahri pun bisa dikatogorikan sebagai seorang yang pemberani tiada taranya. Kenapa? Karena kebohongan yang dilokoni oleh kader terbaik PKS ini mudah sekali terbongkar mengingat ada banyaknya pasang mata yang menyaksikan keharmonisan hubungan antara Ustad Fahri dan Ustad Fathanah.
 Dengan keberanian yang tidak ada taranya itu, wajar kalau Ustad Fahri bsesumbar mengoarkan kalau ia sanggup memberantas korupsi dalam waktu satu tahun, asalkan kader dakwah partai Islam milik Allah ini menjadi presiden.
"Pemberantasan korupsi mudah, suruh saya jadi presiden, setahun juga saya bisa."
Bagikan Gratis di :
share on facebook twitt this on twitter
 
Copyright @2015