portalindonesia6 - Tag
#Religi
Salat Tarawih sebanyak 20 rakaat dan Witir 3 rekaan yang dilaksanakan dalam waktu 15 menit di pesantren Mambaul Hikam, Mantenan, Udawanu, Blitar menuai kontroversi.
Video salat di pesantren itu diunggah di Youtube langsung menjadi viral di media sosial, video yang direkam oleh seorang makmum yang tampaknya tidak ikut salat berdurasi 37 detik.
Namun dalam rekaman itu, terlihat makmum yang mengikuti imam menyelesaikan gerakan salat Tarawih mulai dari Takbiratulihram, rukuk, sujud sampai dengan salam dilakukan dengan sangat cepat seperti "kilat".
Shalat tarawih tercepat di dunia yang diselenggarakan Pesantren Mambaul Hikam Mantenan, Udanawu, Blitar.
Salat "kilat" ini tentu saja menjadi pembicaraan publik, seperti yang disampaikan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof. Dr. Hasanudin AF, MA, yang menyebut kalau salat yang dilakukan oleh jemaah pesantren Mambaul Hikam tidak sah.
“Tuma’ninah itu rukun dalam shalat, jika di dalam shalat tarawih tersebut tidak terdapat rukun (tuma’ninah, red), berarti shalatnya tidak sah,” kata Hasanudin seperti yang dilansir media hidayatullah, Jum’at (26/06/2015) kemarin.
Hasanudin menambahkan dalam membacakan surat al-Fatihah dan surat pendek lainnya di dalam salat juga harus dibacakan dengan tartil.
Dalam al-Qur’an sendiri, lanjutnya, menyatakan bahwa “bacalah al-Qur’an dengan tartil”, artinya tajwid dengan panjang pendek bacaan harus benar.
“Kita harus meperhatikan juga seperti apa bacaan al-Fatihahnya. Sebab, al-Fatihah itu kan salah satu surat di dalam al-Qur’an, sementara al-Qur’an menyatakan “bacalah al-Qur’an itu secara tartil”, yaitu tajwid dan panjang pendeknya harus dibaca benar. Karena itu pedomannya dan jika menyalahi itu berarti sudah melenceng,” papar Hasanudin.
Jadi, menurut Hasanuddin, di dalam shalat itu harus memenuhi rukun shalat seperti tuma’ninah, dan ketika membacakan surat al-Fatihah (surat-surat al-Qur’an,red) juga harus tartil.
Mereka (jama’ah shalat tarawih yang tercepat,red), harus memperhatikan hal-hal itu.
“Jika dua unsur itu saja, tidak terdapat dalam shalat tarawih yang tercepat itu, maka shalatnya tidak sah, tetapi meski shalat tarawihnya cepat jika tuma’ninah ada, dan ketartilannya benar berarti shalat tarawihnya sah,” kata Hasanudin.
Terkait dengan menyingkat bacaan saat ruku’, sujud, dan lainnya, menurut Hasanudin itu termasuk sunnah shalat. Sementara, perbuatan ruku’, sujud, duduk tahiyatnya, berdirinya (i’tidal,red) dan lain sebagainya itu termasuk rukun shalat yang wajib dikerjakan.
“Rukun shalat itulah yang harus dilaksanakan, bagaimana ruku’nya, sujudnya, duduk tahiyatnya dan berdirinya. Kalau bacaan dalam ruku’, sujud dan seterusnya itu termasuk sunnah shalat."
"Jadi tidak membaca doa sekalipun ketika ruku’ dan sujud, tetap sah shalatnya. sebab yang harus dikerjakan adalah rukun shalat seperti perbuatan ruku’, sujud dan seterusnya itu,” pungkas Hasanudin
Salat Tarawih sebanyak 20 rakaat dan Witir 3 rekaan yang dilaksanakan dalam waktu 15 menit di pesantren Mambaul Hikam, Mantenan, Udawanu, Blitar menuai kontroversi.
Video salat di pesantren itu diunggah di Youtube langsung menjadi viral di media sosial, video yang direkam oleh seorang makmum yang tampaknya tidak ikut salat berdurasi 37 detik.
Namun dalam rekaman itu, terlihat makmum yang mengikuti imam menyelesaikan gerakan salat Tarawih mulai dari Takbiratulihram, rukuk, sujud sampai dengan salam dilakukan dengan sangat cepat seperti "kilat".
Shalat tarawih tercepat di dunia yang diselenggarakan Pesantren Mambaul Hikam Mantenan, Udanawu, Blitar.
Salat "kilat" ini tentu saja menjadi pembicaraan publik, seperti yang disampaikan Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof. Dr. Hasanudin AF, MA, yang menyebut kalau salat yang dilakukan oleh jemaah pesantren Mambaul Hikam tidak sah.
“Tuma’ninah itu rukun dalam shalat, jika di dalam shalat tarawih tersebut tidak terdapat rukun (tuma’ninah, red), berarti shalatnya tidak sah,” kata Hasanudin seperti yang dilansir media hidayatullah, Jum’at (26/06/2015) kemarin.
Hasanudin menambahkan dalam membacakan surat al-Fatihah dan surat pendek lainnya di dalam salat juga harus dibacakan dengan tartil.
Dalam al-Qur’an sendiri, lanjutnya, menyatakan bahwa “bacalah al-Qur’an dengan tartil”, artinya tajwid dengan panjang pendek bacaan harus benar.
“Kita harus meperhatikan juga seperti apa bacaan al-Fatihahnya. Sebab, al-Fatihah itu kan salah satu surat di dalam al-Qur’an, sementara al-Qur’an menyatakan “bacalah al-Qur’an itu secara tartil”, yaitu tajwid dan panjang pendeknya harus dibaca benar. Karena itu pedomannya dan jika menyalahi itu berarti sudah melenceng,” papar Hasanudin.
Jadi, menurut Hasanuddin, di dalam shalat itu harus memenuhi rukun shalat seperti tuma’ninah, dan ketika membacakan surat al-Fatihah (surat-surat al-Qur’an,red) juga harus tartil.
Mereka (jama’ah shalat tarawih yang tercepat,red), harus memperhatikan hal-hal itu.
“Jika dua unsur itu saja, tidak terdapat dalam shalat tarawih yang tercepat itu, maka shalatnya tidak sah, tetapi meski shalat tarawihnya cepat jika tuma’ninah ada, dan ketartilannya benar berarti shalat tarawihnya sah,” kata Hasanudin.
Terkait dengan menyingkat bacaan saat ruku’, sujud, dan lainnya, menurut Hasanudin itu termasuk sunnah shalat. Sementara, perbuatan ruku’, sujud, duduk tahiyatnya, berdirinya (i’tidal,red) dan lain sebagainya itu termasuk rukun shalat yang wajib dikerjakan.
“Rukun shalat itulah yang harus dilaksanakan, bagaimana ruku’nya, sujudnya, duduk tahiyatnya dan berdirinya. Kalau bacaan dalam ruku’, sujud dan seterusnya itu termasuk sunnah shalat."
"Jadi tidak membaca doa sekalipun ketika ruku’ dan sujud, tetap sah shalatnya. sebab yang harus dikerjakan adalah rukun shalat seperti perbuatan ruku’, sujud dan seterusnya itu,” pungkas Hasanudin